Kisah WNI Jadi Pekerja Sex Di Hong kong


Jakarta, CNN Indonesia -- Kesulitan mencari nafkah untuk bertahan hidup di negeri orang membuat banyak warga negara Indonesia terpaksa melakukan pekerjaan apa pun, termasuk sebagai pekerja di dunia hiburan malam, salah satunya di Hong Kong.

Profesi ini menyeruak setelah terungkapnya pembunuhan dua WNI di sebuah apartemen milik warga Inggris, Rurik Jutting, di distrik Wan Chai. Salah satu korban ditengarai adalah pekerja di bar di wilayah yang terkenal dengan kehidupan malamnya itu.


Seorang WNI mantan pekerja hiburan malam di Hong Kong menuturkan bahwa pekerjaan itu terpaksa dilakoni oleh WNI untuk mendapatkan uang, karena status mereka yang overstayer membuat sulit mendapatkan pekerjaan.

Wanita berusia 25 tahun berinisial IL itu kepada CNN Indonesia (5/11) mengaku sempat satu tahun bekerja sebagai pekerja seks pada 2011 lalu bersama dengan Seneng Mujiasih, salah satu korban tewas di apartemen Jutting.

"Sistem pekerja seks di Hong Kong berbeda dengan Indonesia. Di sana kami tidak usah keluar ke jalan, bisa habis di ongkos. Kami hanya tinggal duduk di bar dan mengobrol dengan tamu," ujar wanita asal pulau Sumatera tersebut.

Mereka bekerja lepas dengan menemani tamu minum, tanpa ikatan dengan pemilik bar. Untuk setiap gelas yang mereka minum, IL dan rekan-rekannya mendapatkan komisi dari pemilik bar.

Keadaan ini, lanjut IL, berbeda dengan para wanita asal Filipina usia 20an yang sengaja didatangkan ke Wan Chai untuk menjadi pekerja seks di bawah kendali seorang mucikari.

"Untuk satu seloki, kami dapat komisi HK$50-80 (Rp79-125 ribu). Kami bisa minum lima seloki," kata IL.

Untuk mendapatkan lebih banyak uang, mereka harus menemani lebih banyak tamu. Artinya, lebih banyak menenggak minuman keras. Agar tidak cepat teler dan dapat lebih banyak uang , mereka punya cara untuk menyiasatinya.

"Saya gantian dengan Mujiasih ke toilet. Di Toilet, kami muntahkan minuman tersebut, biar tidak cepat mabuk," kata IL.

Tidak jarang, mereka juga menerima tawaran bermalam dari lelaki hidung belang. Namun IL mengaku hanya menerima lelaki yang disukainya, tidak sembarangan.

"Saya pilih yang tipe saya, biasanya yang ganteng. Tapi saya tidak mau dibayar di bawah HK$2.000 (Rp3,1 juta). Biasanya pekerja seks di Hong Kong dibayar HK$1.500-2.000 (Rp2,3-3,1 juta)," ujar IL.

Overstay

Pekerjaan ini terpaksa dilakukannya untuk menyambung hidup karena statusnya yang overstay tidak memungkin dia mendapatkan pekerjaan resmi.

Dia keluar dari majikan pertamanya saat tiba di Hong Kong pada 2010 setelah tiga bulan bekerja dengan alasan tidak betah. 

Gajinya saat itu adalah HK$3.800 (Rp5,9 juta) namun menurut peraturan agen penyalur, upahnya harus dipotong selama tujuh bulan, menjadi hanya tinggal HK$50-70 (Rp700ribu-1 juta). 

"Di Hong Kong berbeda dengan Singapura tempat saya sebelumnya bekerja. Di Hong Kong, semua kebutuhan hidup ditanggung TKI, bahkan sabun harus beli sendiri, sedangkan di Singapura dipenuhi majikan," jelas IL.
Pilihan Redaksi
TKI Anggap Hong Kong Relatif Aman
Mujiasih Kerja untuk Bangun Rumah bagi Ibunya
Apapun Statusnya WNI Harus Dilindungi
Jadi DJ, Kehidupan Ningsih Lumayan Mapan

Untuk mencari majikan baru, berdasarkan peraturan tenaga kerja migran di Hong Kong dia harus keluar wilayah itu dulu. Akhirnya agen penyalur menerbangkannya ke Guangzhou, selama dua bulan.

Awalnya dia diimingi bekerja sebagai perawat seorang nenek, namun pekerjaan itu tidak juga didapatkannya sekembalinya ke Hong Kong.

Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari agen penyalur dan bertemu dengan Seneng Mujiasih.

"Saya bertemu Seneng di bar. Dia baik, sering mengajak saya main ke rumahnya," kata IL.

IL memutuskan berhenti bekerja sebagai pekerja malam setelah bertemu dengan pria pujaan hatinya. Semenjak itu, dia bekerja serabutan sebagai pembantu rumah tangga paruh waktu sebelum akhirnya pulang ke tanah air awal tahun ini. 

Saat ini, dia bekerja di salah satu kota besar di Indonesia.

"Kami tidak mau bekerja seperti itu. Mujiasih mengatakan pada saya, bahwa ini bukan pekerjaan yang diinginkan Tuhan. Uang hasil pekerjaan ini tidak halal, tidak barokah," kata IL.

Pilihan terakhir

Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia di Hong Kong, JBMI, Sringatin mengatakan bahwa pekerja seks adalah pilihan terakhir untuk menyambung hidup bagi para WNI overstayer di Hong Kong. Kebanyakan overstayer bekerja sembunyi-sembunyi sebagai pekerja restoran, hotel atau pembantu rumah tangga.

"Ini jadi pilihan terakhir saat mereka tidak mampu lagi mencari pekerjaan lain. Saya tahu bagaimana kesulitan mereka saat tidak mendapatkan pekerjaan apapun, sedangkan masih memiliki tanggungan keluarga di Indonesia," jelas Sringatin kepada CNN Indonesia.

JBMI mengatakan alasan umum buruh migran overstay karena menjadi korban majikan atau agen yang tidak baik. 

Sementara itu pemerintah Hong Kong mewajibkan PRT asing untuk meninggalkan 14 hari setelah pemutusan kontrak dan melarang mereka pindah ke jenis pekerjaan lain. 

Disisi lain, untuk bisa bekerja ke Hong Kong, pemerintah Indonesia mewajibkan seluruh TKI, baru dan eks, untuk mendaftar melalui PPTKIS/Agen. Rata-rata TKI dikenakan biaya keberangkatan yang sangat mahal berkisar antara HK$16,000 – HK$18,000 (setara Rp25 juta–28 juta) melalui sistem potongan gaji selama 6 bulan atau lebih.

“Apapun kondisinya, mereka hanyalah korban kemiskinan dan keterpaksaan yang terpaksa keluar negeri dan bertahan dengan cara apapun demi memberi nafkah bagi keluarga. Persoalan utama disini adalah mereka dibunuh terlepas apapun spekulasi yang berkembang di luar tentang status dan kepribadian mereka” jelas Sringatin dalam pernyataannya (4/11).

JBMI berharap pemerintah Indonesia memberi perhatian khusus terhadap alasan-alasan yang membuat para pekerja overstay rentan dan menjadi korban eksploitasi. 

"Agar tidak jatuh korban, aturan-aturan yang merugikan PRT migran harus diubah. Pemerintah Hong Kong harus mencabut aturan yang membatasi hak tinggal dan melarang PRT untuk ganti majikan secara langsung. Begitu juga pemerintah Indonesia jangan memaksa TKI untuk proses kontrak kerja kami melalui PPTKIS/agen, khususnya mereka yang sudah diluar negeri. Langkah ini akan menjadi perlindungan bagi 148.000 PRT Indonesia,” tegas Sringatin.

Sementara itu penyelidikan kasus pembunuhan Mujiasih dan Ningsih masih terus bergulir. 

Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Chalief Akbar, mengatakan bahwa pengadilan lanjutan Jutting akan dilakukan pada tanggal 10 November mendatang, sementara rekonstruksi akan digelar pada tanggal 7 November.

Terlepas dari apakah korban pekerja seks atau bukan, Chalief menegaskan bahwa Ningsih adalah warga negara Indonesia yang patut dilindungi.

sumber : cnnindonesia.com

0 Response to "Kisah WNI Jadi Pekerja Sex Di Hong kong"

Posting Komentar

wdcfawqafwef